20091031

berhenti bicara tentang cinta, bisa?

20091025

aku adalah kering

aku adalah kering.
hidupku adalah kekeringan. air mataku adalah debu.
senyumku retak-retak. mimpiku tak ada air.
setiap langkahku tak ada itu sedu sedan
sedihku adalah pasir-pasir terbawa angin
kecewaku hanyalah terik matahari

aku adalah kemarau panjang.
rinduku ada pada salju yang dingin, air yang mengalir
malamku mengangan tanah yang basah

katanya jiwaku ingin dibasuh

sst.
ia adalah bekas laut yang mengerak.

nama

kenapa menamaiku tegar?
aku ingin seperti namaku
tapi aku pincang.
aku bertahan
nama bilang tidak cukup

kenapa menamaiku damai?
aku ingin seperti namaku.
aku diam
nama bilang bukan

kenapa menamaiku awan?
aku berdiri
nama bilang belum

kenapa menamaiku guntur?
aku bahkan tak punya daya.
aku terang
nama bilang tapi

aku tak ingin dengar bukan, belum, tapi itu.
kenapa menamaiku?

jangan sungkan-sungkan

jangan ada memendam lagi, tolong.
itu mata biarkanlah sembab. tangismu kupeluk.
cicipilah ini rasa lega

harus kubawakan bebek-bebekan karet yang ketika kau pencet berbumyi 'ngek' itu kah agar kamu tertawa lagi?
atau hanya segelas air putih?
atau tak usah bawa apa-apa?
atau kamu lagi tidak mau tertawa?
atau kamu memang tidak mau tertawa lagi?

bau lembab ini, bagaimana bisa tidak membuatmu alergi.
datang sini ketempatku. tak ada lah lembab itu.

kenapa tidak dari dulu bilang bahwa kau tidak baik-baik saja?
kenapa dari dulu kau suka tak bilang apa yang sedang kamu rasakan?

oh, tolong.
jangan sungkan-sungkan.

setengah

aku dan kamu adalah pelangi. harmoni. belum setengah hidupku aku mengenalmu. tapi ini jiwa, ini raga. menagihmu.
kepahitan ini kamu taburi gula-gula. geli. aku geli. aku bahagia.
aku dan kamu adalah angin sepoi yang menyejukan. tanpa kamu aku angin ribut. badai catrina. tanpa aku kamu udara.
sedihku ini makanan sehari-harimu. kamu tidak perlu makan sekarang. aku sudah tidak sedih lagi. ada kamu.
sebenarnya memang tidak pernah kamu perlu makan itu.
aku dan kamu adalah rangkaian bunga yang mewangi. kamu adalah wangi. kamu adalah rangkaian. aku sekuntum bunga.
aku harap kamu tidak pernah pergi. ini jiwa menagihmu, sungguh. kamu tak mau seperti memiliki utang, kan?
sebenarnya memang tak pernah kamu miliki utang itu.
aku salah kamu memaafkan. kamu salah aku seringkali tak rasa. kamu lelah sayang?
kemarin kamu mengiyakan itu. aku hanya bilang istirahatlah. istirahatlah dari aku, kalau kamu mau.
ternyata kamu tidak pernah butuh istirahat itu. lelah datang ke tubuhmu. bukan jiwamu.
kamu bilang bagimu aku bukanlah badai, angin ribut, bukan hanya sekuntum bunga, bukannya tak rasa.
aku hanyalah, apa ya? setengah. aku setengah katamu. lalu kamu meminta izin untuk melengkapi potongan itu. untuk menjadi aku yang satu. sejak saat itu kamu sering sekali memakai kata kita. kita mau kemana, kita bagaimana. tidak lagi aku, atau kamu.
aku bahagia.

kemarin kamu bertanya
maukah aku mendiskusikan nama anak kamu
maukah aku merawat uban bersama kamu nanti
maukah aku memandikan mayat kamu ketika kamu nanti mati

aku bilang
ubanku tidak akan terlihat, aku memakai jilbab
aku bilang
boleh
aku bilang
aku tidak mau kamu mati.

kamu tertawa. dan bilang kita pasti mati. aku, kamu, mati.


hari ini tangisku habis. di meja kita. di meja biasa kita berbicara.
hari ini ragaku benar menggigil.
jiwaku menagihmu.

sebelum kita punya anak
sebelum uban tumbuh dikepala
sebelum aku bisa memandikan jenazahmu
kamu mati. ragamu kaku. tangisku pilu.
coba katakan kita lagi
sayang coba tertawa lagi

tak ada pelangi itu, ada hanya awan kelabu
tak ada angin sepoi itu. tak ada rangkaian bunga yang mewangi. tak ada geli.
yang ada hanya, apa ya? setengah.

benar kini. aku benar-benar setengah.


di dalam mimpiku kamu datang. bukan ini yang kamu mau katamu. tapi ini yang terbaik. sejak saat itu aku tak paham apa itu kata baik.
kamu meyakinkan aku untuk tetap hidup
kamu memberitahuku ada seseorang yang pasti datang.
seseorang yang membuatku jadi dua.
rupanya kamu yang sadar.
katamu
satu hanyalah rapuh. satu lemah.
jadilah dua, sayang.
jadilah dua nanti. bersama seseorang yang pasti datang itu.


lalu dalam kegelisahan, kesedihan, dan kehilangan itu
aku terbangun.

satu saja rapuh katamu.

kini aku setengah, sayang.

20091011

setidaknya

setidaknya masih ada ini mulut bagiku
meski dia yang tidak selalu berpihak padaku
mulut ini bukan yang merah merona
bukan yang selalu berkata kemanisan
tapi ini ada untukku. bertahan membagi gagasan.

setidaknya masih ada mata ini bagiku
meski air yang diteteskannya hanya rasa tawar
mata ini yang kerap turut membagi kisahku
sesama orang-orang yang mengerti bahasa mata

setidaknya masih menempel ini kulit pada dagingnya
daging pada tulangnya
serta kuku pada jari-jari

setidaknya masih berlubang ini hidung
meski polusi yang dihirupnya hanyalah menyesakkan dada
tidak mancung
tapi ini sempurna

setidaknya masih menempel ini kulit pada dagingnya
bukan yang untuk dinikmati lewat pandangan
tapi untuk merasakan lembutnya hujan, dinginnya malam, dan menyentuh hangatmu.