20090830

beri tahu aku.

daun-daun sunyi ini berguguran dari ranting yang basah
mereka gugur dimusim penghujan
musim penghujan yang dingin.
aku yang menyaksikan semuanya kini berlari dan ingin menyendiri dulu.

mengapa pada saat aku ingin bermain dunia menyingkapkan tangannya?
sedang pada saat aku ingin beristirahat dia mendorongku untuk tetap berdiri.

dan pada saat aku senang dunia berbalik berlawanan arah?
sedang pada saat sedih dia menampakkan wajahnya padahal aku sedang tak ingin bersama siapa-siapa.

beri saja aku sedikit harmoni dan setetes deretan huruf-huruf.
tidak, aku tidak akan menganggu siapa pun. baik semut merah apalagi kamu.
aku akan tetap makan. pagi siang malam.

atau tidak pun, aku tidak pernah tahu apa yang terjadi.
apa yang kamu mengerti adalah aku tidak mengerti.

tak perlulah semua sesak kamu yang tanggung.
atau semua sakit dia yang pikul.
bukan anak kecil lagi aku.
tapi beri tahu aku kalau daun sunyi itu berguguran dan musim penghujan itu dingin.
aku ingin tahu dari kamu. bukan dia.

alunan rusak

aku ingin membahasakan nalar ini dengan indah. meski yang disampaikannya pesan kehancuran atau tantrum kemarahan.
ingin sekali aku berada di dekatnya, menjadi bagian darinya, menggetarkan harmoni hidup berbarengan dan menjadi yang ditanyakan olehnya.
tapi aku takut merusaknya.
aku takut merusak hari-harinya.
seperti alunan piano yang sempurna. aku takut menjadikannya alunan yang biasa saja.
seperti alunan-alunan lama.
yang rusak teronggok pergi sudah tuannya.

si punggung malam

pada nyanyian punggung malam di kemarin hari,
aku tersadar.
bahwa aku tak pantas untuk bersedih.
aku tak pernah punya alasan mengapa.
membasahi bantal.
meringkuk lemas.

akan tubuh yang sempurna ini. kulit yang halus.
akan keutuhan. kematangan akal.
kesederhanaan.

aku selalu punya alasan mengapa.
senyum simpul.
helaan nafas. tarian keikhlasan.

dan soal sesak itu,
aku tak peduli lagi.

hanya ingin belajar itu tarian, diiringi nyanyian si punggung malam.

20090818

bip bip bip bipbipbipbipbip bip bip bip
saat detektor kerusakan memeriksa seluruh tubuh.

20090811

Kartipah

pesawat kapal udara

bisa terbang tinggi katanya,
Kartipah dulu ingin terbang tinggi, melihat pesawat sedang terbang matanya tak berkedip, tak bisa berhenti memandang, menerawang.
Kartipah bukan gadis kampung biasa, dirinya molek, tubuhnya indah, wajahnya sempurna. Wanginya semerbak, bukan menyengat. Tutur kata khas ningrat. Kebiasaannya memendam dan tersenyum. Kemasannya seperti gadis kota, isinya gadis kampung lugu yang pintar. Bukan tipe dibodohi, bukan yang dicurangi lalu diguna-gunai.
Pada waktunya Kartipah remaja beranjak dewasa, lelaki yang mendekatinya banyak yang menyodori cinta, bukan cinta monyet tapi cinta sepanjang masa, seumur hidup katanya, sehidup semati mereka bilang. Tapi Kartipah tak pernah melanjutkan hubungan dengan satupun lelaki yang menyodorkan diri, Kartipah memonyetkan cinta mereka, apa daya, para lelaki datang dan pergi tak dapat memaksakan hendak.
Remaja Kartipah benar-benar diujung tanduk, Kartipah beranjak dewasa, matang, tak sedikit teman-temannya sudah bersama lelaki, lelaki yang sehidup semati katanya. Bukan masalah besar, tak sedikit juga teman-temannya yang masih mencari calon, calon seumur hidup mereka bilang. Kartipah memang banyak temannya.
Satu-satunya yang menemukan kejanggalan hanyalah Isam, Isam temannya Kartipah, yang paling dekat, yang tahu Kartipah dari bayi merah, yang menjalani masa ingusan bersama, adalah tetangga, adalah saudara, satu-satunya lelaki yang pernah mandi bersama tapi tidak menimbulkan dosa. Lelaki yang menyodorkan cinta pada Kartipah tidaklah jelek, atau miskin, atau tidak beradab, atau berbeda agama, tapi Kartipah tidak ingin dengan mereka. Begitu dia bilang. Kenal barang sebulan dua bulan lalu jauh lagi, selalu begitu. Apa yang salah, siapa yang salah. Isam tidak tahu, dia hanya penasaran diam-diam. Kartipah hidup saja dengan normal, paling beberapa menit dari harinya yang membuat dia agak tidak normal, memandangi pesawat terbang, menerawang ke awan.
Dewasa Kartipah sudah berjalan lama, tinggal beberapa temannya yang masih mencari calon, temannya yang memang jauh dibawah Kartipah jika dibandingkan, baik fisik, isi, ataupun keadaan.
Isam masih penasaran namun tidak juga mendapat jawaban. Lelaki seperti apa yang diinginkan temannya, apa yang jelek, miskin, dan bertolak belakang dengan lelaki yang selama ini menyodorkan cintanya?
Isam merasa menemukan sedikit jawaban. Isam lelaki. Bukan cuma penasarannya saja yang diam-diam, perasaannya juga dia simpan diam-diam. Isam mempersiapkan diri untuk melamar Kartipah pada suatu hari. Isam pikir dia sudah cukup dekat dengan Kartipah, lebih dari cukup.
Hari itu datang, malam harinya Isam termenung, tercenung. Tak menyangka dia mendapat penolakan, meski halus tetap saja penolakan. Beberapa hari kemudian Isam bangkit lagi, meneruskan hidupnya, menjalani pencariannya. Baiklah jika memang bukan Kartipah, dia pikir.
Kartipah masih disana, perawan molek yang entah menunggu apa, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Orangtua Kartipah mulai risih, ada apa dengan anaknya ini, orangtua sayang anaknya, membiarkan pilihan jatuh pada Kartipah, tak ingin menggangu jalan hidupnya, hanya ingin Kartipah bahagia, meski jadi perawan tua atau apa, pilihan benar-benar jatuh pada Kartipah, sepenuhnya. Meski mereka di
kampung, sudah bukan zamannya Siti Nurbaya. Lagipula orangtua Kartipah bukan fakir, tidak terlilit utang, ataupun memiliki masalah yang berarti.
Pesawat terbang masih lewat dengan sendirinya, Kartipah masih melakukan ritual memandanginya, menerawanginya.
Waktu terus berjalan, pesawat terbang juga terus lepas landas di jalurnya.
Isam menemukan calonnya, wanita sepanjang masa, katanya. Pada harinya Kartipah diundang. Tak ada masalah, semua senang. Istri Isam ternyata temannya Kartipah juga.
Setahun berlalu, Isam ingin mewujudkan keinginan istrinya, hidup di kota, tinggal dan bekerja di sana, di pusat segala pusat. Isam memang menabung sedari dulu, untuk hidup bersama Kartipah tadinya.
Beberapa hari sebelum pindah baru ketahuan ternyata istri Isam sedang mengandung, sudah dua bulan ternyata. Kartipah pun mendapat kabar, dia ikut senang tentunya. Isam akan pindah ke Jakarta, tadinya naik kereta saja, perjalanan delapan jam bukan masalah bagi dia dan istrinya, tadinya. Tapi Isam sayang istrinya, juga calon bayinya, terlalu sayang. Isam memutuskan untuk naik pesawat terbang saja, tak apalah lebih mahal, demi istri dan calon anak, dia pikir. Semua barang-barang sudah dipaketkan ke Jakarta.
Saat hendak membeli tiket pesawat terbang Isam teringat sesuatu, Kartipah, dan kebiasaannya memandangi pesawat terbang. Kebiasaan yang pasti teringat sebagai teman dekatnya, walaupun tak pernah dipermasalahkan. Meski pernah ditolak, Isam tak terlalu memikirkan, entah apa pertimbangannya Isam membeli tiga tiket. Buat Kartipah, hatinya gumam. Tanpa memikirkan untuk apa Kartipah jauh-jauh ke Jakarta.
Pulang beli tiket Isam mampir ke rumah Kartipah. Sudah lama sekali tidak bersilaturahmi, terhitung lama karena dulu hampir setiap hari dia kesana.
Kartipah ada di sana, sedang merawat rambutnya yang sudah indah meskipun tak dimacam-macam. Kartipah tersenyum sipu awalnya, akhirnya dia memeluk Isam erat, erat sekali. Lalu Kartipah menangis. Isam bingung, kenapa. Kartipah menanyakan kapan berangkat lalu lekas bersiap-siap. Isam masih bingung. Isam pulang kerumahnya.
Untuk terakhir kalinya Kartipah memandangi pesawat terbang yang lewat di awan terjamah. Kali ini Kartipah mengguratkan senyum, senyum yang entah apa artinya.
Istri Isam pengertian, cepat mengerti setelah diberi pengertian. Percaya saja pada Isam, tanpa tahu suaminya pernah melamar temannya itu.
Hari keberangkatan, orangtua Kartipah mengizinkan karena tahu kalau anaknya sedang ada kepentingan. Meski tak begitu tahu, kepentingan macam apa.


Sampai sudah di Jakarta, turun sudah Kartipah dari benda yang dipandanginya bertahun-tahun, diterawanginya detik ke detik.
Ditariknya lengan Isam ke tempat yang agak sepi. Kartipah berkata ia ingin menikah dengannya. Dengan Isam yang dulu ditolaknya. Isam bingung, dia pikir Kartipah bercanda, dan sedikit tersinggung karena lelucon Kartipah tidak lucu sama sekali. Tapi kali ini Kartipah serius, benar-benar serius, ingin menikah dengan Isam. Isam masih berpikir ini candaan. Lalu ia kembali lagi ke keramaian. Kartipah termangu.


Tahun-tahun berjalan sudah, Isam menjadi kakek dari empat cucu. Kartipah sudah tak ada. Tak ada.
Di kursi goyang di teras rumahnya Isam tersenyum, mengingat masa lalunya. Mengingat Kartipah, perawan molek tua yang hidup matinya tentang pesawat terbang. Yang ternyata bukan penduduk kampung asli. Pesawat pertama membawanya ke tanah tempat dia tumbuh, yang mana jatuh di sana dan menewaskan kedua orangtua kandungnya. Pesawat kedua membawanya kepada jodohnya, yang mana sudah beristri dan menewaskan angan tentang hidup bersama. Pesawat ketiga membawanya pulang, menewaskan dirinya. Isam tersenyum mengingat satu temannya itu.
Hidup yang berharga adalah hidup yang dimengerti diri sendiri. Meski akhirnya orang lain menganggap Kartipah benar sakit jiwa, Kartipah mengerti betul tentang hidupnya.
kadang ada saat dimana kamu merasa seperti babi. atau kucing kecil yang ga pernah ketemu ibunya. atau tikus jalanan yang benyek kelindes mobil.
babi mungkin masih mending karena dia masih punya hidung.
kucing mungkin masih mending karena dia ga perlu belajar mengeong sudah bisa sendiri.
ini tikus agak kasian karena ususnya terburai. tapi setidaknya dia ga masuk neraka. kalau tikus aja masuk neraka, saya masuk kemana?

terus saat kamu merasa seperti itu, kamu ingin meledakkan seluruh isi perut bumi. atau menelepon noordin m top untuk bergabung bersamanya. atau diam dikamar saja.

saat rasa itu berlalu kamu merasa malu dan merasa pernah sangat bodoh pernah merasa seperti itu.

sampai perasaan itu berulang dan kamu tersadar dulu kamu ga bodoh.


makannya, kalo makan nasi jangan disisain. kalo malam jangan jalan-jalan.

20090804

judulnya nyari tugas

oh yaampun kalo ditanya kata apa yang amat berharga dalam hidup gue salahsatunya adalah kata TUGAS.
entah kenapa untuk alasan yang satu ini permission dengan mudah keluar, no prohibition.
haha
"mau nyari tugas."
"abis ngerjain tugas."
"tadi ngerjain tugas dulu."
"lagi banyak tugas."
daaan tentunya gue ga bohong loh, tugas pelajar kan emang bukan cuman tugas yang dikasih guru dikelas doang toh?

sadar akan tugasmu..

cerita

"jangan kemaleman ya.."
ya, saya ingat kata-kata itu terucap setahun lalu. saat saya sedang hot-hotnya berkegiatan. sedang hot-hotnya membangkang. sedang hot-hotnya pop.
"jangan kesorean ya.."
ya, saya ingat kata-kata itu terucap dua tahun lalu.
saat saya baru masuk sekolah favorit di kota kelahiran. saat apa yang saya bayangkan tentang sekolah ini adalah belajar. adalah disiplin. adalah kemajemukan.
"..."
tak ada kata yang terucap ketika tadi saya berangkat sekolah. mungkin tidak tahu lagi apa yang harus diucapkan. ketika dibilang jangan sore saya pulang malam, jangan malam saya pulang sangat malam. bukan. ternyata bukan karena itu. karena tadi saya berangkat belum ada penghuni yang bangun.

sekarang saya bisa tersenyum simpul mengingat semuanya. hmm
apa yang terjadi jika saya menjadi anak yang amat penurut. mungkin detik ini saya sedang membuka buku, bukan geografi tapi biologi, bukan akuntansi tapi fisika. mungkin saat kumpul keluarga kemarin, ayah saya bisa dengan bangganya mengatakan bahwa anak bungsunya juga calon dokter atau mahasiswa itb. mungkin kehidupan sekolah menengah atas saya tidak akan dipenuhi dengan begitu banyak konflik. mungkin saya akan tidak tahu bagaimana caranya berbohong. mungkin saya belum memakai penutup kepala. mungkin saya bisa memiliki apa yang saya inginkan. mungkin
ah apalah itu mungkin, sayangnya saya bukan anak yang amat penurut itu.
lalu kemudian saya ingat saat pertamakali menginjak tanah sekolah menengah atas yang kini saya geluti. begitu teduh dan dingin. yang terbayang adalah nanti tempat ini yang akan menjadi saksi separuh hari saya. ternyata benar separuh. yang terbayang adalah nanti saya harus jujur pada diri sendiri, karena ini adalah sekolah jenjang terakhir di pendidikan formal saya. ternyata, ya begitulah jalannya.

hha.. ya, sekarang ini seperti film yang berputar-putar di kepala. hei, ini minggu ketiga saya duduk dikelas tiga, dan belum juga mulai rajin belajar, karena belum menemukan tempat untuk belajar. seperti yang dulu dulu, mungkin saya hanya sedang bingung memulai.