Bahwa perkembangan manusia itu cycle, bukan linier. Bisa saja kan?
Karena aku disini berada lagi pada titik yang sama. Disini lagi, seperti bertahun yang lalu. Atau entah berbulan yang lalu. Aku lupa kapan. Tapi ingat pernah.
Bahwa aku sudah berminggu-minggu tidak bicara pada ibu. Bahkan sekedar lewat pesan singkat. Atau telepon. Dirumah ada. Pulsa pun kupunya. Tapi tidak pun sepatah kata.
Aku ingat pergi kesini tanpa pamit. Waktu itu beliau sedang tidak enak. Lalu pergi. Tapi aku sudah harus ke kota rantauan lagi. Jadi aku pun pergi. Diantar ayah.
Pada hari itu hatiku sedikit bimbang. Rasanya jalang. Meninggalkan rumah tak bilang pada yang melahirkan. Lalu sudah kuketik-ketik sebentuk pesan di telepon genggam. Isinya sesederhana pamitan dan menanyakan kenapa tidak pulang. Namun sebelum pesan dikirim aku merasa ada yang janggal. Aku merasa sok kenal. Ayah tadi pun tak bilang apa-apa. Kepergianku tidak dilarang. Tidak disuruh menunggu ibu pulang. Lalu pesan kuurungkan. Aku merasa kikuk tidak tertahan. Di dalam bis aku ketiduran.
Kemarin kulihat teman. Yang sama-sama merantau. Ibunya menanyakan kapan pulang. Lewat telepon genggam. Ada juga teman. Ibunya menanyakan sudah makan. Juga lewat telepon genggam. Ada juga teman. Yang pinjam punyaku untuk balas pesan singkat ibunya yang habis menyatakan rindu, karena pulsa ia sedang tidak punya.
Kemarin aku tidur disebelah ibuku yang bukan melahirkan. Saat kepalaku sedikit dielus sebenarnya aku ingin menangis tidak tertahan. Tapi jangan.
Hanya saja aku ingat semua kejanggalan yang seperti jadi setan. Ibuku masih ada. Tapi. Aku selalu segan. Beliau seperti tidak membutuhkan. Aku ingin memulai jalinan. Beliau berhentikan ditengah jalan. Aku terjebak dalam kekikukan. Waktu kecil aku sering mimpi bertemu ibu. Tapi mukanya lain. Waktu kecil aku sering rindu. Padahal beliau tidak kemana-mana.
Aku bilang aku sedang kembali pada suatu titik. Aku pernah ada pada melupakan semua kejanggalan. Pernah ada pada tidak merasa ada apa-apa.
Dua tahun aku merantau. Kusimpulkan masalahnya ada pada aku dan beliau memang terlalu jagoan. Ahli dalam menahan rindu. Melimpah dalam kepercayaan. Beliau percaya aku baik saja. Aku percaya juga. Tidak seperti yang lain. Sedikit-sedikit menghubungi.
Ya kan bu?
Walau dalam lubuk hati paling dalam aku sudah tahu. Ketika nanti ibu yang meninggal duluan. Dibanding kakakku yang laki-laki ataupun perempuan. Akulah yang paling menyesal.
Ah. Aku jadi ingin pergi duluan. Katanya kan, orang baik matinya cepat ya bu?
No comments:
Post a Comment