awalnya aku senang, tahu daerah bernama Lembang?
daerah Bandung Utara yang cuacanya selalu sejuk dan ramah dengan paru-paru, nyaman kalau dihirup, huuuumm, juga nyaman untuk dikeluarkan, haaahh.
ya sebenarnya sampai pulang pun aku tetap senang, aku ini phlegmatis, susah sedihnya.
namun ada satu hal yang bikin aku tidak enak.
ayah mengajakku ke suatu tempat.
tebak apa?
kuburan.
ya, pusara. tempat peristirahatan terakhir dari raga kita ini.
awalnya kukira kita mau kemana. mobil berhenti agak tiba-tiba. lalu kita turun dan sedikit berjalan ke pepohonan hutan. karena air muka ayah tidak berubah, ku pikir memang ada sesuatu yang menarik. tapi ternyata, ya, memang menarik.
'ini mau kemana sih?'
tanpa kata-kata lalu terjawablah semua.
di depan kuburan itu, beliau bilang
'nah nanti, ayah, kamu, mama, teteh, aa, semua, bakal kaya gini juga. sama'
hah?
satu detik di awal, ego ku meninggi. ya, ya, tentu saja aku tahu. aku bukan anak kecil tolong, aku tahu semua makhluk hidup pasti mati. tidak usah sampai membawaku kesini. lagipula ini kuburan siapa, aku tidak kenal. dan ayah juga pasti tidak kenal.
tapi di detik selanjutnya, setelah menghela nafas agak panjang, menghirup udara yang sungguh segar, ego ku mengalah. dan siap mendengarkan segala apa pun yang akan beliau katakan.
padahal pertanyaan di benakku sungguh banyak. kenapa mesti kesini? kenapa tidak sekalian menyekar makam keluarga? kenapa sekarang? kenapa tiba-tiba?
'kalau liat orang yang serakah, kamu kesel atau kasian?'
hah?
ya, ini hah kedua karena aku terlalu bingung.
'kalau kamu kesel, ayah deh yang kasian sama kamu'
hah?
ini ketiga, satu kali hah lagi aku dapat payung musim panas atau piring cantik.
'yaa, kamu liat sendiri. seangkuh apapun waktu hidup, sehebat apapun, sekaya apapun, akhirnya? semuanya bakal sama-sama istirahat di bawah tanah. haha. disini kan kita cuma numpang ya de?'
ya. oke
jadi aku dibuatnya mengerti tentang kenapa beliau tidak memilih sekian banyak jalan yang bisa membuat beliau hidup lebih mapan, tentang semua pekerjaan beliau. jadi aku dibuatnya bungkam tentang semua keinginan keinginan muda ku akan kesenangan-kesenangan artifisial.
tanpa banyak negosiasi dan argumen. tanpa banyak kata-kata.
setelah itu, baru kami jalan-jalan seperti orang 'normal' lagi. Lembang.
beliau tahu, sampai malam sampai di rumah pun. aku tidak berhenti berpikir.
No comments:
Post a Comment