senyum di siang harinya adalah torehan luka di malam harinya.
dia tak pernah bilang mengapa selalu suka tidur di siang hari? karena tak ingin semuanya tahu bahwa orang sesempurna dia pun bisa insomnia.
dia tak pernah bilang mengapa selalu suka pulang melewati senja? bila bisa, tak pulang pun dia mau.
dia tak pernah bilang mengapa tak pulang pun dia mau? karena dia tidak ingin ada yang tahu bahwa orang sesempurna dia memendam begitu banyak amarah.
dia tak pernah bilang amarahnya pergi kemana? amarah itu tidak kemana-mana, diam manis di sudut hatinya.
dia pikir dengan bermain peran semuanya akan berjalan dengan baik.
padahal alergi dia akan mimpi-mimpinya itu cukup menyakitkan. yang dia tahu sehabis dia bermimpi tubuhnya selalu gatal-gatal dan nafasnya menjadi sesak. selalu mimpi buruk. dan berjuta kata yang tersedak ditenggorokan itu rasanya bukan masam, tapi pahit, pekat.
perhatiannya pada dunia adalah percobaannya mengenai ketulusan.
hei, dia memang bermain peran. karena dia pikir tak ada gunanya berbagi luka. tak ada gunanya jadi seseorang yang kacau. semua orang sudah kacau. dia pikir dia harus sempurna untuk menjadi spesial.
hei, dia memang bermain peran. peran yang dia harapkan menjadi diri sendirinya yang asli di suatu hari. peran yang jauh dari sosok-sosok yang dia benci. bukan yang bermanis-manis mulut padahal keji, bukan yang berlemah-lemah padahal kuat.
cara dia bilang berat matanya dan pening kepalanya adalah dengan mengajak teman-temannya bermain.
cih.
apapun itu bagiku sangat memuakkan, bilanglah lapar kalau kamu lapar. bilanglah lelah kalau kamu lelah. bilang minta tolong kalau kamu tak sanggup. masih ada yang busung lapar dan tinggal di kolong jembatan, berhenti menganggap si busung lapar itu sebagai bagian dari keseimbangan seperti kusuruh kamu berhenti menganggap bermain peranmu itu sesuatu yang besar.
No comments:
Post a Comment