saat di rumah, aku tidak ingin tahu bagaimana perasaan kursi yang sedang kududuki atau berapa sisa umur televisi yang sedang kutonton. yang ingin kutahu adalah, apa pendapat dinding kuning mengenai diriku yang kini?
biar kutebak, mungkin ia setuju dengan apa yang kauskaki oranye kemarin bilang.
bahwa, aku semakin mirip dengannya!
semakin hari aku memang semakin kuning. aku tak malu lagi, untuk bercerita di depan banyak orang. bahkan aku sering lupa kalau aku sedang mengulang ceritaku, yang jelas aku bahagia. bagaimana, dinding kuning?
aku semakin mirip denganmu yang membungkus rumahku tanpa malu-malu.
nah kalau begitu, biarkan aku bercerita.
dulu, dulu sekali, kauskaki oranye bilang aku adalah kembarannya si dinding hijau. dinding hijau yang dingin di ruang kerja ayahku. ketika itu aku senang, aku senang sampai pada suatu hari. pada hari itu nafasku sedang sesak dan berbunyi-bunyi, aku hanya bisa berbaring dan pergi ke kamar mandi sesekali. hari itu adikku masih hidup. dia memintaku untuk menemaninya menemui sahabat pena yang telah lama ingin dia temui. tapi ketika itu aku benar tidak berdaya, jadi aku katakan tidak, aku menolak permintaannya untuk pertama kalinya.
kata tidak dariku itu adalah yang pertama kali ternyata sekaligus menjadi yang terakhir kali yang bisa kuucapkan padanya.
hijau adalah warna cairan yang mempersempit saluran nafasku.
saat di luar rumah, aku tidak ingin tahu seberapa mengantuk polisi tidur hingga bisa tidur begitu lama atau berapa kali lampu merah mengedip dalam sehari. yang ingin kutahu adalah, apakah trotoar pernah menyatakan keberatan?
karena jujur, aku tidak suka diinjak-injak. ah ya, aku pernah berjanji pada adikku dulu untuk belajar rendah hati pada trotoar pinggir jalan.
saat dirumah, aku tidak ingin tahu bagaimana perasaan lampu ketika malam atau siapa ayah dari ayam yang sedang kumakan. yang ingin kutahu adalah, mengapa kamar mandi selalu menjadi tempatku yang paling nyaman. meski kudengar dengusan bak mandi sesekali, tapi ia tak pernah jemu menampung air dingin yang kubutuhkan untuk membanjur kepalaku agar aku waras lagi.
aku tidak ingin tahu apa yang kalian katakan setelah aku selesai menulis sesuatu, yang benar-benar hanya ingin kutahu adalah, apa yang adikku katakan?
bagaimana caranya aku tahu itu, dinding kuning?
No comments:
Post a Comment