20091129

restu

ini malam bukan malam yang biasanya. aku biasa, tapi ibu tak biasa. ia masih terjaga.
akhirnya aku berani bertanya mengapa. sakit juga ini ada tembok tak terlihat yang selalu tegak membatasi aku dan dia.
jawabnya karena dia sedang memikirkan aku.
aku terperangah. apa yang harus dia pikirkan tentang aku? aku tak usahlah dibangunkan atau dibuatkan sarapan nanti pagi. bukannya sudah tidak begitu sejak lama? tak pula aku diingatkan untuk belajar, rasanya malu sama badan, besar. juga tak pula disuruh pulang. aku memang selalu pulang?
cita-citaku.
cita-citaku katanya yang membuat dia kini tak tidur lantas berpikir.
bukannya cukup aku pergi dari peluknya untuk menyambut keinginanku kini. katanya
bukannya cukup aku lelah setiap pulang tanpa tahu berbuat apa aku diluar rumah. katanya
bukannya cukup aku bersama dunia luar di tahun ketiga ini. katanya

oh. itu rupanya
tak ada kata terucap yang ada hanya kegiatan mengingat.
ya. bahkan aku lebih ingat tanggal rapat daripada ulangtahun dirinya.
mulutku lancar berbicara tentang program kerja daripada ketika berhadapan dengan dirinya.

cita-citaku katanya.
takut aku miskin.
takut aku tak terjangkau lagi.
takut aku tak pernah kembali lagi.

masih tak ada kata terucap yang ada hanya kegiatan berpikir.
aku sendiri tak takut.
miskin? apa sekarang kita kaya, ibu.
apa sekarang aku terjangkau? apa aku pernah tidak kembali?

ini anakmu hanya ingin menjadi salahsatu lilin di lorong gelap bangsa, ibu.

lalu kini ibu menatapku. inginnya aku pergi ke kamar lalu pura-pura tidur. aku luarbiasa risih. aku tidak biasa ditatap. aku tidak biasa ditatap ibu.
lalu dia memegang tanganku. keringat dinginku keluar.
tangan ini dulu kecil sekali. kulit ini dulu dimandikan saja tidak bisa, harus pakai minyak kelapa. kulit ini dulu putih. suara ini dulu sering memanggil namanya.
empat kalimat itu menyerang batinku sungguh.
tapi lihat, tangan ini kini memegang sesuatu dengan teguh. sudah berjabat tangan dengan siapa saja aku? kulit ini sering terbakar dan tidak ada yang lecet. suaraku menyuarakan kebaikan?
dia berkata sekaligus bertanya.

aku merasa kecil.
siapa bilang aku tidak pernah rindu bercanda sambil menatap matanya?
siapa bilang aku tidak pernah rindu memeluk sampai tercium bau tubuhnya?
siapa bilang aku tidak ingin bersembunyi dibawah ketiaknya ketika dunia ini terasa sungguh tidak adil?

yang kulakukan hanya satu, menahan.
yang sedang dia lakukan pun satu, bertahan.

aku mohon restumu, ibu.

setelah itu malam menjadi biasa.
aku pasrah pada air mata saat dia sudah tidak terjaga.

No comments: